Kamis, 28 November 2019

Papeda

Sejarah Papeda



Di berbagai wilayah Papua, sagu menjadi makanan utama sebagai pengganti nasi. Sagu lempeng, sagu bakar dan sagu bola misalnya, merupakan makanan khas daerah yang memiliki banyak penggemar. Selain harganya yang murah, sagu juga memiliki tekstur khas yang nikmat disantap bersama hidangan berkuah. Misalnya saja, ikan kuah kuning bercita rasa gurih dan kaya akan rempah ini menjadi pendamping favorit saat menyantap olahan sagu seperti papeda.
Sayangnya, papeda yang menjadi warisan kuliner tanah Papua itu sudah mulai sulit ditemukan. Bahkan di daerah asalnya pun, papeda sudah jarang dihidangkan sebagai makanan sehari-hari. Papeda biasa disantap bersama ikan tongkol, ikan gabus, ikan kakap merah, ikan bubara, hingga ikan kue yang dimasak kuah kuning tersebut. Bukan hanya olahan ikan, papeda juga dimakan bersama sayur ganemo yang terbuat dari daun melinjo dan bunga pepaya tumis.


Sumber: https://kumparan.com/kumparanfood/asal-mula-papeda-warisan-kuliner-tanah-papua-27431110790555402

Martabak Sagu

Sejarah Martabak Sagu


Di indonesia, ada cukup banyak jenis martabak dengan keunikan tersendiri sesuai daerahnya, Martabak yang satu ini berasal dari kabupaten fakfak, papau barat namanya martabak sagu.
Martabak sagu sangat di gemari dan di sukai masyarakat sekitar karena rasanya yang manis dan gurih. Martabak ini di olah dari bahan sagu yang sudah di haluskan kemudian digoreng dan di beri gula aren atau gula merah.
Martabak yang berasal dari kabupaten fakfak ini berbeda dengan martabak yang biasa anda temui di daerah lain seperti martabak manis atau martabak telor. Hal yang paling membedakan adalah bahan pokoknya, yaitu sagu.
Rasa makanan khas ini cukup enak dan manis juga tidak kalah dengan martabak jenis martabak yang sudah umum anda makan seperti martabak manis.
Jika anda penasaran anda langsung bisa temukan di fakfak karena martabak ini banyak di temukan di kabupaten ini.
Rasa dari martabak sagu khas papua ini sangat legit dan manis. Rasa manis sendiri berasal dari campuran gula aren atau gula merah. Kuliner ini termasuk kuliner legendaris dan sudah jarang yang menjual kuliner satu ini.
Makanan ini biasanya di sajikan sebagai kudapan untuk menyambut tamu oleh masyarakat papua, khususnya oleh masyarakat papua barat.
Untuk anda pecinta kuliner martabak yang selama ini hanya mengenal martabak manis dan asin, makan martabak sagu ini tidak boleh anda lewatkan untuk di santap ketika berada di papua.


Kue Lontar

Sejarah Kue Lontar

Kue Lontar, Pie Susu Khas Tanah Cendrawasih

Kue yang sekilas berbentuk mangkuk dan tidak jauh berbeda dengan kue pie susu ini tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia bagian Timur.  Rasa yang manis dan gurih membuat kue Lontar menjadi sajian khas istimewa masyarakat Papua ketika menyambut hari raya Idul Fitri. Kue berbahan dasar margarin, tepung terigu, vanili, dan susu ini diciptakan oleh masyarakat Papua tanpa adanya silang budaya dari luar.
Pada awalnya, sejarah kue lontar ini berasal dari zaman Belanda. Nama “kue” dalam bahasa Belanda disebut Rondtart atau yang disebut kue bundar. Zaman dahulu, pembuatannya dilakukan dengan cara dibakar di piring keramik khusus yang berbeda dengan piring yang ada saat ini. Piring yang dipakai dalam pembuatan kue lontar disebut “piring lontar”. Piring ini memiliki ciri khas yaitu terdapat gambar ikan dan piring tersebut hanya terdapat di Papua. Karena ada perbedaan lafal pengucapan di lidah masyarakat Papua, akhirnya kue ini dikenal dengan sebutan “Kue Lontar”.Kue lontar diwariskan turun temurun di Papua sejak zaman Belanda. Awalnya kue ini ada di kota Fak-fak setelah itu di wilayah Papua yang mayoritas penduduknya muslim dan akhirnya kue lontar ini terkenal sampai keluar Papua

sumber: https://merahputih.com/post/read/kue-lontar-pie-susu-khas-tanah-cendrawasih

Lawar Bali

Sejarah Lawar Bali

Lawar./Copyright Vemale.com


 Lawar Merah hingga kini belum diketahui secara pasti dari mana asal usul dari makan khas Bali tersebut. Namun beberapa cerita mengemukakan bahwa Lawar Merah berasal dari para pemuja Bhairawa.
Dimana saat itu, para pemuja Bhairawa melakukan pemujaan terhadap Shakti dari bhairawa dan para pengikutnya memuja aspkek feminine dari Bhairawa yang terkenal dengan sebutan Bhairawi, sebagai Ibu Shakti dan di Bali sering disebut Dewi Durga.
Pada jaman itu para pengikut Bhairawa melakukan pemujaan terhadap Bhairawa dengan melakukan yadnya, misalnya dalam upacara mereka masih memakai persembahan daging mentah, ada persembahan darah lewat Sambleh.
Begitu juga mengenai makanan yang dibuat saat berpesta ada persembahan Lawar yaitu campuran sayur dengan daging ditambah darah mentah dari binatang. Hal semacam ini mirip dengan pemujaan yang dilakukan oleh pengikut Kapalika pada suku bangsa Dravida.
Walaupun tradisinya hampir mirip dengan masyarakat kita di Bali, namun suku bangsa Dravida pengikut Bhairawa Kapalika tidak mengakui adanya sistem kasta. Dan dalam perkembangan selanjutnya Bhairawa dan Bhairawi melahirkan para Bhuta-bhuti, serta makhluk-makhluk yang menyeramkan lainnya. Para Bhuta-bhuti ini merupakan aspek kemarahan atau krodha.
Kelompok dari aspek ini adalah makhluk-makhluk yang mencerminkan kemarahan seperti raksasa, yaksa, naga, yatudhana dan pisaca dan golongannya sering disebut krodhawangsa. Lontar Bumi Kamulan disebutkan sebagai berikut, karena kesalahan sang Dewi Uma maka beliau dikutuk oleh Dewa Siwa dalam wujud lima Bhairawi, yaitu:
1.    Sri Durga,
2.    Raji Durga,
3.    Suksmi Durga,
4.    Dahri Durga
5.    Dewi Durga.
Dari masing-masing Durga inilah terlahir berbagai jenis makhluk menyeramkan seperti Kalika-kaliki, Bhuta Dengen, Jin, Setan, Bragala-bragali, Bebai, dan sebagainya. Kendati para pengikut Bhairawa-Bhairawi melakukan pemujaan dengan cara yang kurang biasa dalam jaman yang beradab ini, tetapi tujuan pemujaan mereka juga untuk mencapai Tuhan.

Dari sinilah mungkin berasal Lawar Merah yang berkembang di Bali hingga sekarang. Kendati demikian belum ada catatan berupa buku yang menjelaskan tentang asal usul lawar merah.


Nasi Jinggo

Sejarah Nasi Jinggo

Hasil gambar untuk sejarah nasi jinggo



Nasi jinggo merupakan kuliner asal Bali dengan tampilan nasinya berbentuk kerucut memanjang lalu diberi lauk berupa suwiran daging, sambal, sambal goreng tempe, dan mie. Jika dilihat sepintas memang hampir mirip dengan nasi kucing khas angkringan dariYogyakarta dan Jawa Tengah, namun dari lauk dan bentuk nasinya itulah yang membedakannya. Selain itu, pembungkusan nasi jinggo lebih sering menggunakan daun pisang tinimbang kertas minyak. Menurut sejarah, makanan ini dinamai jinggo karena dulu harganya cuma 1500 rupiah sesuai arti nama jinggo yakni 1500. Namun kini karena naiknya harga sembako, membuatnya bisa dihargai 5 ribu sampai 10 ribu rupiah satu porsinya.
Selain bisa dibeli untuk makan malam, makanan khas Bali di Kuta ini kerap pula disajikan pada saat acara-acara pernikahan dan arisan dengan lauk yang lebih beragam tentunya. Selain lauk yang telah disebut di atas, masih ada lauk yang lebih keren, yaitu sate lilit, telur asin, sate ayam, sayur tumis, dan kacang goreng. Rasa nasinya sangat pulen dan sambalnya berasa super pedas, membuatnya semakin digandrungi. Untuk mendapatkannya bisa ditemukan saat malam hari mulai jam 7 malam hingga tengah malam di warung-warung pinggir jalan. Kota-kota besar tujuan para pelancong seperti Denpasar, Kuta, dan Ubud menjadi kota dengan warung nasi jinggo yang begitu menjamur.

sumber: https://www.tribunnewswiki.com/2019/07/17/naji-jinggo

Sate Lilit

Sejarah Sate Lilit

Hasil gambar untuk sate lilit


Sate lilit biasa dibuat untuk sesaji atau persembahan ketika mengadakan upacara keagamaan atau acara besar sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada dewa. Sate lilit selalu dibuat dalam jumlah banyak atau skala besar, bahkan bisa sampai melibatkan 100 orang pria untuk membuatnya.Proses pembuatan sate lilit ternyata sejak dulu dipercayakan dilakukan oleh pria, mulai dari meracik adonan, menyembelih hewan, melilit hingga membakarnya. Pemanggangan sate. Dari proses yang cenderung dilakukan para pria inilah, sate lilit memiliki makna filosofi yang kuat dalam kehidupan dan kejantanan pria. Bahkan jika ada pria yang tak bisa membuat sate lilit, maka akan dipertanyakan kejantanannya.Dulunya sate lilit hanya dibuat dari daging babi dan ikan, namun karena banyak permintaan dan menysuaikan konsumen yang tak bisa makan daging babi, maka dibuat pula sate lilit dari daging sapi dan ayam.Sate yang terbuat dari daging daging babi, ikan, ayam, daging sapi, atau bahkan kura-kura yang dicincang, ini akan dicampur dengan parutan kelapa, santan, dan bumbu khas bali, seperti dilansir dari Wikipedia.Jadi, seperti itu sejarah dan filosofi mendalam sate lilit kahs Bali. Ada banyak jenis sate namun sate lilit khas Bali memiliki karakter uniknya sendiri.

Mie Kocok

Sejarah Mie Kocok

Hasil gambar untuk sejarah mie kocok

Mi kocok adalah makanan khas dari Bandung. Bisa dibilang kalau makanan ini cukup untuk mengenyangkan perut karena komposisinya yang berat.
Mie Kocok – Mie kocok merupakan salah satu kuliner khas milik nusantara yang cocok disantap dalam berbagai suasana. Kuliner yang satu ini merupakan kuliner lintas generasi karena bisa dinikmati oleh siapapun, baik anak-anak hingga orangtua. Meski penjualnya banyak ditemukan di berbagai daerah, ternyata mie kocok berasal dari Bandung. Tidak mengherankan jika jajanan yang satu ini sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia. Entah darimana toponimi mie kocok berasal, namun menurut buku wisata jajan Bandung, nama mie kocok berasal dari cara pembuatannya, yaitu dengan mencelupkan dan mengocok mie dan tauge.

 

MASAK-MASAKAN YUK! Template by Ipietoon Cute Blog Design