Sejarah Lawar Bali
Lawar Merah hingga kini belum diketahui secara pasti dari mana asal usul dari makan khas Bali tersebut. Namun beberapa cerita mengemukakan bahwa Lawar Merah berasal dari para pemuja Bhairawa.
Dimana saat itu, para pemuja Bhairawa melakukan pemujaan terhadap Shakti dari bhairawa dan para pengikutnya memuja aspkek feminine dari Bhairawa yang terkenal dengan sebutan Bhairawi, sebagai Ibu Shakti dan di Bali sering disebut Dewi Durga.
Pada jaman itu para pengikut Bhairawa melakukan pemujaan terhadap Bhairawa dengan melakukan yadnya, misalnya dalam upacara mereka masih memakai persembahan daging mentah, ada persembahan darah lewat Sambleh.
Begitu juga mengenai makanan yang dibuat saat berpesta ada persembahan Lawar yaitu campuran sayur dengan daging ditambah darah mentah dari binatang. Hal semacam ini mirip dengan pemujaan yang dilakukan oleh pengikut Kapalika pada suku bangsa Dravida.
Walaupun tradisinya hampir mirip dengan masyarakat kita di Bali, namun suku bangsa Dravida pengikut Bhairawa Kapalika tidak mengakui adanya sistem kasta. Dan dalam perkembangan selanjutnya Bhairawa dan Bhairawi melahirkan para Bhuta-bhuti, serta makhluk-makhluk yang menyeramkan lainnya. Para Bhuta-bhuti ini merupakan aspek kemarahan atau krodha.
Kelompok dari aspek ini adalah makhluk-makhluk yang mencerminkan kemarahan seperti raksasa, yaksa, naga, yatudhana dan pisaca dan golongannya sering disebut krodhawangsa. Lontar Bumi Kamulan disebutkan sebagai berikut, karena kesalahan sang Dewi Uma maka beliau dikutuk oleh Dewa Siwa dalam wujud lima Bhairawi, yaitu:
1. Sri Durga,
2. Raji Durga,
3. Suksmi Durga,
4. Dahri Durga
5. Dewi Durga.
Dari masing-masing Durga inilah terlahir berbagai jenis makhluk menyeramkan seperti Kalika-kaliki, Bhuta Dengen, Jin, Setan, Bragala-bragali, Bebai, dan sebagainya. Kendati para pengikut Bhairawa-Bhairawi melakukan pemujaan dengan cara yang kurang biasa dalam jaman yang beradab ini, tetapi tujuan pemujaan mereka juga untuk mencapai Tuhan.
Dari sinilah mungkin berasal Lawar Merah yang berkembang di Bali hingga sekarang. Kendati demikian belum ada catatan berupa buku yang menjelaskan tentang asal usul lawar merah.